Sabtu, 13 Agustus 2011

Museum Mulawarman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

Museum Mulawarman, Kutai Kartanegara, Kalimantan TimurMUSEUM MULAWARMAN

Museum Mulawarman adalah istana dari Kesultanan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dibangun pada tahun 1963 sebagai pengganti Istana sebelumnya yang terbakar. kini telah dibangun Balai Kedaton sebagai tempat kediaman Sultan Aji Muhammad Salehuddin II yang telah dinobatkan kembali pada tahun 2002. Di dalam lingkungan Istana kesultanan terdapat pemakaman keluarga kerabat Kerajaan Kutai Kartanegara serta Masjid Jami' Aji Amir Hasanuddin sebagai saksi masuknya Islam di Kutai.
Museum yang sebelumnya adalah bangunan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara ini didirikan pada tahun 1932 oleh Pemerintah Belanda yang menyerahkan Keraton kepada Sultan Adji Muhammad Parikesit pada tahun 1935. Bahan bangunannya didominasi oleh beton mulai dari ruang bawah tanah, lantai, dinding, penyekat hingga atap. Di halaman depan Museum terdapat duplikat Patung Lembu Swana yang merupakan lambang Kerajaan Kutai Kartanegara. Arsitektur dari museum ini mengadopsi dari arsitektur tradisional Suku Dayak yang ada di Kutai.

Di dalam Museum Mulawarman tersimpan benda-benda sejarah yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti Singgasana, Tempat Peraduan, Pakaian Kebesaran, Tombak, Keris, Meriam, Kalung dan Prasasti Yupa serta Koleksi Keramik Cina. Setiap tahun dilaksanakan Upacara Erau, yaitu tarian Khas Kedaton Upacara Adat dan Mengulur Naga di Desa Kutai Lama. Dimana pada setiap pelaksanaan Erau juga ditampilkan atraksi Seni Budaya baik berupa Tarian Tradisional dan Upara Adat dari berbagai Suku lainnya di Indonesia serta mancanegara.

Museum Mulawarman terdiri dari dua lantai. Di lantai bawah terdapat koleksi keramik Cina. sedangkan lantai 1 berisi koleksi peninggalan bercorak kesenian. Di belakang museum, pengunjung bisa berbelanja cinderamata khas budaya Dayak, batu perhiasan, maupun cendera mata lainnya.

Di dalam Museum Mulawarman ini tersimpan benda-benda yang mempunyai nilai sejarah/seni yang tinggi yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti :
  • Singgasana, sebagai tempat duduk Raja dan Permaisuri. Kursi ini terbuat dari kayu, dudukan dan sandarannya diberi berlapis kapuk yang berbungkus dengan kain yang berwarna kuning, sehingga tempat duduk dan sandaran kursi tersebut terasa lembut. Kursi ini dibuat dengan gaya Eropa, penciptanya adalah seorang Belanda bernama Ir. Vander Lube pada tahun 1935.
  • Patung Lembu Swana, Lambang Kesultanan Kutai, dibuat di Birma pada tahun 1850 dan tiba di Istana Kutai pada tahun 1900. Lembu Swana diyakini sebagai Kendaraan Tunggangan Batara Guru. Nama lainnya adalah Paksi Liman Janggo Yoksi, yakni Lembu yang bermuka gajah, bersayap burung, bertanduk seperti sapi, bertaji dan berkukuh seperti ayam jantan, berkepala raksasa dilengkapi pula dengan berbagai jenis ragam hias yang menjadikan patung ini terlihat indah.
  • Kalung Uncal, benda ini merupakan atribut dan benda kelangkapan kebesaran Kesultanan Kutai Kartanegara yang digunakan pada waktu penobatan Sultan Kutai menjadi Raja atau pada waktu Sultan merayakan ulang tahun kelahiran dan penobatan Sultan serta acara sakral lainnya.
  • Meriam Sapu Jagad Peninggalan VOC, Belanda
  • Prasasti Yupa, yang trdapat di Museum ini adalah tiruan dari Yupa yang asli yang terdapat di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti Yupa adalah prasasti yang ditemukan di bukit Brubus Kecamatan Muara Kaman. ke-7 prasasti ini menadakan dimulainya zaman sejarah di indonesia yang merupakan bukti tertulis pertama yang ditemukan dan berhuruf Pallawa bahasa Sansekerta
  • Seperangkat Gamelan dari Keraton Yogyakarta 1855
  • Arca Hindu
  • Seperangkat Meja Tamu peninggalan Kesultanan Bulungan
  • Ulap Doyo, hasil kerajinan Suku Dayak Benuaq
  • Minirama tentang sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara
  • Koleksi Numismatika (mata uang dan alat tukar lainnya)
  • Koleksi Keramik dari Cina, Jepang, Vietnam dan Thailand
  • Dan lain-lain.
Jarak tempuh museum Mulawarman dari Balikpapan berkisar 3 jam perjalanan darat, dari Samarinda berkisar 45 menit.

sumber : wikipedia.org

Beruang Madu dari Manggar

Gerbang melengkung pada kilometer 21 jalan raya Balikpapan-Samarinda itu bertuliskan ”Kawasan Agrowisata Terpadu-Pusat Pendidikan Lingkungan”. Dari dari gerbang itu pulalah, sebuah petualangan menarik ditawarkan oleh Kawasan Konservasi DAS Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur.


Benarlah, ketika penulis bersama beberapa orang mulai menyusuri jalanan pada kawasan tersebut, memang terlihat upaya untuk mempertahankan wilayah tersebut sebagai daerah hijau. Pada kanan dan kirinya hanya ada beberapa rumah warga. Waktu seolah-olah berlalu begitu cepat. Tak terasa beberapa kilometer telah kami lewati.

Ketika berhenti pada suatu titik dalam perjalanan, udara terasa sangat segar. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan kali itu adalah Pusat Informasi Beruang. Ya, tempat yang menyediakan informasi soal beruang paling lengkap di dunia.

Tak lama berselang, sebuah patung beruang madu raksasa pun terlihat di pinggir sebuah kompleks perkantoran yang asri. Patung itu kukuh dan seolah dari bibir ”sang beruang” keluar sapaan, ”Mari, lihatlah aku.”

Kami beruntung datang bukan pada hari libur. Pasalnya, para petugas akan sangat sibuk melayani pelancong. Salah seorang dari mereka bahkan menawarkan diri untuk memandu kami berkeliling di dalam kawasan seluas sekitar 19 hektare tersebut.

Kami segera melangkah menuju Pusat Informasi Beruang. Sekali lagi kami katakan, mungkin saat itu adalah saat keberuntungan kami. Sebab, saat itu, kata sang pemandu, adalah waktu beruang keluar dari sarangnya untuk mencari makan.

Kami berjalan lewat jembatan titian yang membentang mengikuti pagar berlistrik yang membatasi pengunjung dan ekosistem beruang. Dari atas jembatan itu kami bisa menyusuri habitat beruang madu. Tak lama berselang, binatang yang kami tunggu-tunggu itu pun menampakkan diri. Ya, beruang-beruang itu. Ada yang tengah memanjat pohon. Beberapa ekor tengah makan di dekat pagar. Kami menghitung: paling tidak saat itu kami melihat enam beruang yang berkeliaran.

Menakjubkan memang binatang-binatang itu. Kata pemandu, mereka sudah bisa mengenali bahaya. Wajar sekali, tidak ada dari mereka yang menyentuh pagar pembatas yang dialiri listrik itu.

Setelah puas melihat beruang, kami melangkah kembali menyusuri jalan menuju kompleks lainnya. Di suatu tempat, ada sebuah tenda besar. Senang rasanya menuju tempat di mana anak-anak bisa belajar banyak. Memang, selain sebagai tempat wisata yang menarik, di dalam tenda besar itu terdapat berbagai majalah dinding berisi seputar beruang yang ada di dunia, termasuk panda dari China.

Anak-anak yang bersama kami begitu riang di tempat tersebut. Apalagi mereka bisa melihat berbagai patung beruang yang dilengkapi dengan hiasan miniatur habitatnya. Di sana juga terdapat beberapa kuis interaktif yang dapat diketahui jawabannya secara otomatis jika kita salah menjawabnya.

Di salah satu sudut tenda itu, terdapat diorama yang menceritakan kondisi salah satu beruang yang tewas di mangsa ular piton. Ya, terdapat patung beruang yang dililit ular besar. Itu kejadian nyata sekitar 2-3 tahun yang lalu. Foto-foto tentang kejadian itu menjadi bukti peristiwa tersebut. Si ular berhasil ditangkap dan dibedah. Beruang malang itu pun dikeluarkan. Meski dibedah sang ular bisa diselamatkan dan dilepas kembali ke habitatnya. Puas rasanya mendapat informasi tentang beruang di tempat tersebut.

Perjalanan kami belum selesai di tenda tersebut. Masih banyak kompleks menarik yang bisa didatangi. Beberapa tempat bahkan sangat bagus untuk pengunjung anak-anak. Terdapat berbagai atraksi permainan yang bisa memanjakan si kecil. Sebut saja flying fox, taman bermain, dan rumah Dayak besar sebagai tempat peristirahatan pengunjung untuk melepas lelah setelah mengelilingi kompleks edukasi sekaligus kawasan konservasi yang begitu luas tersebut.

Setelah keluar dari kompleks Pusat Informasi beruang, kami pun menuju bagian kawasan lindung lain yang tak kalah menarik. Kami meluncur ke Bendung Manggar. Agak jauh memang jarak tempat konservasi itu dari Pusat Informasi Beruang.

Tanpa membuang waktu, kami begegas menuju ke tempat tersebut. Nuansa kawasan lindung kami lihat sepanjang perjalanan. Ada banyak peringatan yang harus dipatuhi orang yang datang ke kawasan tersebut, yaitu larangan memancing, membuat bubu, atau menjaring ikan.

Kami berhenti di pinggir hutan yang kami rasa paling dekat dengan danau buatan tersebut. Kendaraan yang kami tumpangi juga tidak bisa mendekat, hanya bisa parkir di pinggir jalan danau itu. Ada jalan setapak kecil yang kami lihat di tengah hutan tersebut. Dengan riang, kami mulai menyusurinya. Semakin kami melangkah membelah hutan dan menyusuri jalan itu, semakin jelas terlihat kilauan cahaya yang memantul dari kebiruan permukaan air danau tersebut.

Kami akhirnya sampai juga di tepi danau itu. Pada kanan dan kiri terlihat pohon-pohon yang mengering terendam air. Ratusan pohon sengon yang mengering itu menambah panorama danau nan luas itu semakin eksotis. Terlebih setelah danau itu semakin dekat. Air biru pun menutupi sebagian besar kawasan itu. Yang jelas, berada di lekukan di tengah hutan, pemandangan yang kami jumpai tampak begitu menawan.

Kami pun berhenti untuk menikmati kawasan yang begitu memikat tersebut. Kawasan lindung multifungsi sengaja dibuat juga sebagai cadangan air Kota Balikpapan. Ini bisa jadi pelajaran bagi tempat lain mengenai pentingnya sebuah kawasan hutan lindung.

Batu Elok di Kebun Sayur

Ketika pergi ke suatu tempat, kita pasti tak ingin pulang bertangan hampa. Juga kalau berkunjung ke kota Balikpapan, pasti kita ingin mencari sesuatu yang khas sebagai oleh-oleh. Kami pun begitu.

Pada saat kami berkunjung ke kota itu, kebetulan Kota Balikpapan sedang merayakan Hari Lingkungan Hidup yang mereka pusatkan di Dome. Itu sebutan untuk sebuah bangunan besar berupa lingkaran setengah bola yang sangat menawan hati.

Tanpa ragu kami pun masuk dan berbaur jadi satu dengan para pengunjung Dome. Selain menggelar pameran soal penyelamatan lingkungan, kami juga bisa menjumpai stan-stan khas produk Kalimantan. Beragam produk ada di sana. Kami bisa melihat jajaran stan yang menawarkan penganan khas dan hasil kerajinan lainnya.

Kami mengunjungi stan Pemkot yang dijaga para duta wisata kota tersebut. Dari merekalah kami mendapat informasi lengkap soal kota tersebut. Tentu juga soal kerajinan khas yang bisa kami dapatkan. Ya, kerajinan itu bisa kami peroleh di Pasar Kebun Sayur yang berada di dekat Distrik Muara Rapak.

Kami segera menuju pasar yang dimaksud. Sesampai di pasar itu, betapa kami menjadi betah berlama-lama. Bagaimana tidak? Di sana berjajar berbagai kios yang menyediakan beragam kerajinan khas. Ada tenun Samarinda, kerajinan perak, dan tentu saja batu-batu perhiasan khas Kalimantan.

Banyak toko dengan banyak penawaran membuat kami sedikit bingung. Maklum banyak suvenir yang menarik.

Harganya pun jauh lebih murah jika dibanding dengan batu serupa yang dijual di Pulau Jawa. Meski begitu, sebagai pelancong, tentu tak mungkin semua yang kami sukai harus kami beli, bukan?

Ya, kami memasuki kios demi kios demi mencari perhiasan batu yang paling menarik buat kami. Akhirnya, pada sebuah kios, kami menemukan beberapa untai perhiasan bertabur batu. Di situ, kami juga mendapati hasil kerajinan tenun dan pernik-pernik lain.

Ah, enggan rasanya meninggalkan pasar tersebut. Rasanya seharian waktu yang kami habiskan pun belum cukup. Namun syukurlah, di tangan kami sudah ada beberapa produk khas yang benar-benar memuaskan kami.

Perlu diketahui, mitos setempat mengatakan, siapa pun yang telah meminum air Sungai Mahakam, dia akan kembali dan terus kembali ke Kalimantan. Mungkin ada kebenaran pada ungkapan itu. Tapi mungkin saja bukan karena minum air Sungai Mahakam, tetapi belaian pesona alam Kalimantanlah yang membuat seseorang ingin selalu kembali ke sana.

Sumber: SuaraMerdeka/liburan.info
Foto : moslife.multiply.com/journal

Wisata Pulau Kumala, Kalimantan Timur.

Wisata Pulau Kumala, Kalimantan TimurWisata Pulau Kumala, Kalimantan Timur.

Pulau Kumala merupakan daerah delta di Sungai Mahakam yang memanjang di sebelah Barat Kota Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dimulai pada tahun 2000, Pulau Kumala dibangun menjadi kawasan wisata. Namun sejak Bupati Syaukani Hasan Rais, yang membangun pulau ini, terjegal kasus korupsi pada tahun 2006, pembangunan Pulau Kumala menjadi mangkrak.
Taman Wisata Pulau Kumala berjarak sekitar 27 km dari Kota Samarinda yang dapat ditempuh melalui Jembatan Kutai Kartanegara dalam waktu kurang lebih 30 menit. Sedangkan dari kota Balikpapan yang memiliki fasilitas Bandara Sepinggan dan Pelabuhan Semayang yang merupakan akses transportasi udara dan laut di Kalimantan Timur, Berjarak sekitar 130 km yang dapat ditempuh kurang lebih 3 jam lewat jalan darat. Selain itu Taman Wisata Pulau Kumala dapat juga dicapai dengan transportasi air melewati Sungai Mahakam.

Wisata Pulau Kumala, Kalimantan TimurObyek wisata Pulau Kumala yang terletak di tengah Sungai Mahakam merupakan taman rekreasi perpaduan antara teknologi modern dan budaya tradisional. Pulau seluas 76 hektar ini dulunya adalah lahan tidur dan semak belukar. Saat ini, sebagian area sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti sky tower setinggi 100 meter untuk menikmati keindahan dari udara, kereta api mini area permainan dan kereta gantung yang menghubungkan dengan daratan.

Di pulau ini terdapat DSJ Resort lengkap dengan kolam renang dan sarana bagi mereka yang ingin istirahat, yaitu satu-satunya cottage di tengah Sungai Mahakam di lokasi Pulau ini dipersiapkan Aquarium Raksasa bagi ikan pesut, lumba-lumba air tawar yang hanya ada di Republik Rakyat Cina dan Brasil.

Pembangunan Taman Wisata Pulau Kumala dilakukan secara bertahap dan akan terus berkembang. Dengan demikian masyarakat akan mendapatkan tambahan obyek wisata yang representatif selain Museum Mulawarman (bekas keraton Kerajaan Kutai Kartanegara), Waduk Panji Sukarame, Desa Budaya Pondok Labu di Tenggarong dan Nusa Tuna di Kecamatan Muara Muntai yang berpasir putih.

sumber : wikipedia.org

Danau Labuan Cermin, Tawar Dipermukaan dan Asin di Bagian Dasarnya

Jauh di pedalaman Kalimantan Timur sana, terbentanglah Danau Labuan Cermin. Danau bening ini istimewa karena memiliki diisi oleh 2 organisme dari dunia yang berbeda. Danau ini memiliki aliran air asin yang hanya ada di bagian bawah danau dan tawar di permukannya.


Labuan Cermin terletak di Kecamatan Biduk-biduk, Kalimantan Timur. Jika dilihat di peta, letaknya tepat di punggung hidung Kalimantan. Tempat ini bisa ditempuh dalam tiga jam perjalanan laut dari Derawan.

Bagian atas Danau Labuan Cermin berisi air tawar seperti danau pada umumnya. Namun beberapa meter di bawahnya terdapat aliran air asin. Anehnya, kedua jenis air ini tidak tercampur. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa air laut dan air tawar dipisahkan oleh lapisan serupa awan.

Belum ada yang melakukan penelitian di daerah ini sehingga terbentuknya fenomena ini masih menjadi misteri.

Lapisan keruh berwarna putih itu diduga hasil pembusukan organisme dasar labuhan yang terperangkap dan tak bisa pergi. Dua jenis air di danau ini juga menghadirkan organisme dari dua dunia. Ikan air tawar hidup di permukaan, sedangkan ikan air laut bisa ditemukan di dasar danau.


Air asinnya bisa dijumpai pada kedalaman sekitar 2 meter dari permukaan danau. Rupanya ketebalan lapisan air tawar dan air asin bisa berubah sesuai dengan pasang-surut air laut.

Danau mungil ini dikelilingi hutan dan ada tebing menjulang tinggi di salah satu sisinya. Tak mengherankan jika danau ini diberi nama Labuan Cermin, airnya jernih sekali sampai orang bisa bercermin di atasnya. Arus di beberapa tempat cukup kuat dan mudah menyeret orang yang tak bisa berenang.


Untuk menuju tempat ini pengunjung harus menumpang sampan nelayan dan melewati perjalanan selama 15 menit, menembus semak bakau dan hutan. Hutan itu masih dihuni aneka binatang liar seperti monyet, bekantan, berang-berang dan beruang madu.

Karena jaraknya cukup jauh dari kota, jarang atau hampir tidak ada turis yang berkunjung ke sini. Tempat ini hanya dikenal oleh orang-orang lokal dari sekitar daerah itu. Fasilitas dan prasarana pun masih seadanya.

Tempat bermalamnya adalah sebuah Pusat Informasi Nelayan (PIN) binaan The Nature Conservancy, lembaga pegiat pelestarian lingkungan.

PIN berbentuk rumah panggung di tepi muara sebuah sungai, hanya beberapa ratus meter dari laut. Rumah itu punya semacam dermaga kecil tempat menambatkan perahu.

Sungai di depan PIN berair payau. Kadar keasinannya tergantung pada pasang-surut air laut. Ketika laut surut, sungai berubah menjadi sangat jernih sehingga dasarnya dapat dilihat dengan jelas.


Dari beranda kita bisa melihat ikan berseliweran. Ada ikan yang banyak durinya, ada ikan yang menyengat dan ikan yang bertubuh pipih panjang.

Tak hanya dikunjungi oleh para nelayan, PIN juga menjadi tempat berkumpul anak-anak nelayan yang hendak menonton film tentang kehidupan laut atau membaca koleksi perpustakaan.

Sumber :
id.travel.yahoo.com / lorongdunia.blogspot.com